Ditengah Ketidakpastian
Informasi
Perjalanan ke bukit
sangat berbeda dari hari biasa. Tak mungkin untuk melaju kencang karena padatnya
jalanan dipenuh sesaki oleh masyarakat yang berbondong naik di ketinggian. Itulah
hebatnya isu tsunami. Sejenak kami berhenti di tanjakan yang cukup tinggi.
Beberapa orang mendekati kami. Ternyata mereka adalah warga kampong seberang
sungai.
Dengan kondisi tubuh sebagian berdarah merekapun menanyakan dan
sekaligus menceriterakan berbagai hal. Menanyakan keadaan dan keamanan rumah ,
dimana saudara dan atau anak yang belum bertemu , dsb. Dan kamipun berusaha
memberikan keterangan sejauh yang kami tahu. Terbukti kan ? Bahwa masing-masing
kita adalah pelaku utama alias tokoh dalam sebuah pentas besar yang berlangsung
tak sampai semenit tersebut, namun dampaknya bias bertahun-tahun bahkan menimbulkan
trauma berkepanjangan. Belakangan kita akan tahu bahwa sampai kini pun masih
ada yang belum berani tidur di bawah atap genteng. Dari ketinggian seperti ini
kami bisa melihat hamparan lembah dan ngarai di bawah sana. Hampir semua
berwarna putih kecoklatan bahkan kehitaman. Di ufuk utara merapi masih
mengepulkan asap coklat-kehitaman dan terlihat ujungnya di arah barat mengikuti
arah tiupan angin. Tiba-tiba ada raungan suara motor trail dari bawah. Tak lama
sampailah di hadapan kami. Berkaos jingga mereka berboncengan . Yang seorang
menenteng HT. Setelah saling sapa kami segera tahu bahwa mereka adalah anggota
tim SAR Parangtritis yang datang memang untuk memantau keadaan serta menginformasikan
kepada masyarakat bahwa tsunami itu tidak ada, hanya sebatas isyu. Dan
merekapun belum tahu siapakah yang pertama kali menghembuskan isyu tersebut. Mendengarkan
penjelasan yang detail dan akurat serta up to date dari mereka sedikit banyak
membantu meredakan kepanikan. Perlu juga ditambahkan di sini bahwa sarana
komunikasi berupa handphone pada hari itu betul-betul blank alias tak ada sinyal.
(Pada hari Senin, 29 Mei, dua hari setelah itu, barulah secara acak hp kami
mendapatkan sinyal yang ternyata bertulisan “Pandak.”). Beberapa saat kemudian
kamipun meluncur turun bermaksud kembali
ke pengungsian warga. Sesampainya di sana kami informasikan apa yang kami
dengar dari tim SAR sebelumnya. Disepakatilah bahwa sebagian warga terutama
ibu-ibu, balita dan orang-orang tua untuk sementara tetap bertahan di tempat pengungsian
sementara yang lain kembali ke rumah untuk melakukan berbagai hal. Di tengah
gempa-gempa susulan yang masih cukup besar warga pun melakukan konsolidasi,
sementara sebagaian yang lain melakukan pertolongan serta pembersihan beberapa
lokasi . Posko-posko pengungsian dan dapur umum pun segera didirikan.
Tenda-tenda dipancangkan memanjang. Pada menjelang tengah hari gempa susulan
yang cukup besarpun kembali mengguncang kami. Suasana panic dan mencekam
kembali mencengkeram. Bahkan muncul isu akan adanya gempa susulan yang lebih
besar dari gempa utama. Pada sisi lain, dengan ketiadaan aliran listrik, kami
seolah kembali menapaki masa-masa tahun 80 an. (lanjut ke sini)
No comments:
Post a Comment