Saturday, August 15, 2015

TUGINEM (1)



Pengantar.
Tulisan ini dibuat bukan untuk mengungkit tragedi apalagi meratapi. Dalam rentang waktu lebih dari sewindu (delapan tahun) setelah tragedi itu, saya merasa yakin bahwa nalar yang jernih akan mampu mengambil hikmah dari sebuah tragedi yang menimpa penduduk Yogyakarta dan sekitarnya. Setiap individu yang mengalami peristiwa itu tidak diragukan lagi merupakan pelaku sejarah yang apabila dituangkan dalam bentuk tulisan akan merupakan warisan yang sangat bernilai.Sikap heroisme yang luar biasa telah ditorehkan secara berjamaah. Nanti kita juga akan melihat bahwa sikap itu menjadi agak memudar ketika tiupan badai "jadup" dan "dana rekonstruksi" menerpa. 
Dalam penanggalan jawa, orang biasa menggunakan nama pasaran (pon, wage, kliwon, legi, paing) untuk melengkapi nama hari. Sabtu Wage pada bulan Mei tahun Duaribu Enam, bertepatan dengan tanggal 27. Ya, 27 Mei 2006 (TUGINEM adalah singkatan dari sabTU waGe meI duaribueNem). Ada bencana besar menimpa warga Yogyakarta dan sekitarnya. Tak seorangpun menduga, bahkan terlintas dalam fikiranpun tidak, bahwa hanya dalam waktu kurang dari satu menit, lebih tepatnya limapuluh dua detik, segalanya berubah. Hari itu jam 05.50 wib. Gempa dahsyat menggoncang. 


Antara firasat dan Ilham.

Malam Kamis Paing, dua hari sebelum gempa.
Seorang tetangga bercerita bahwa anaknya yang nomor dua, yang dianggap berkebutuhan khusus, semalaman menangis dan berkata : "...sebaiknya tidur di luar saja, membuat tenda di bawah pohon di halaman."  Permintaan itu diulangi lagi pada malam berikutnya.

Malam Jum'at Pon
Seorang teman bercerita bahwa pada malam itu adiknya bermimpi berjumpa dengan almarhumah ibunya yang berpesan agar dia meninggalkan rumah itu, tidur di luar saja.

Saya pribadi memanggap, kalau kedua kisah itu benar,  bahwa keduanya hanyalah contoh firasat dan ilham yang memang sulit difahami maksudnya sebelum kejadian.

Semoga tulisan ini mambawa manfaat. Amin.


1. Pecahnya Keheningan Hati
Pagi itu, seperti biasa, anakku nomor dua sudah berangkat ke sekolah di SD Sapen Nitikan Yogyakarta dengan menumpang bus mini. Istriku beserta dua anakku yang lain sedang membeli sarapan di pinggir jalan raya, di pojok timur pasar Imogiri. Aku sendiri bersama anakku yang sulung lagi asyik mencuci moor yamaha alfa ditemani si kecil yang kegirangan bermain air. Sungguh bagai mimpI, suasana cerah ceria pagi itu berubah seketika menjadi hiruk pikuk kepanikan dan ketakutan. Berawal dari suara gemuruh dari dalam tanah dibarengi getaran yang secara cepat menjalar merayap pada apapun yang berada di atas tanah. Masih dalam keadaan seperti tak sadar akan apa yang sebenarnya sedang terjadi, tiba-tiba terdengar suara runtuh dan ambruknya rumah-rumah di sekitar tempat kami duduk. Pohon yang menjulang di halaman rumah kami bagaikan raksasa hijau tua yang menari garang. Di sebelah jalan kampung, batu bata benteng makam beterbangan dibarengi debu berhamburan, hitam kecoklatan. Udara seperti diselimuti kabut tebal, padahal itu adalah debu beterbangan. Motor yang ambruk menyadarkanku. Segera kutarik tangan si kecil , aku berlari ke makam, tempat yang terbuka. Disanalah si kecil keletakkan. Si sulung berlari menyusul. Dan Brukkk !!! Rumah di selatan kami runtuh menimpa rumah kami. Kepulan debu dan gemuruh reruntuhan membuat kami sukar mendengar suara jerit tetangga. Dalam keadaan tanah masih berguncang, lamat-lamat aku melihat orang-orang mulai menuju tempat-tempat lapang. Hanya sesaat. Ya, Maha Suci Alloh, yang dengan kuasa –Nya semua ini terjadi. Keadaan semua berubah. Jalan kampung tertutup reruntuhan. Benteng panjang di pinggir jalan juga nampak miring. Suara-suara rintih dan jerit mulai bersahutan. Aku suruh ke dua anakku beserta beberapa orang yang ada di makam untuk tenang. Dengan berlari aku midak menuju rumah bapakku yang nampak porak poranda namun masih berdiri. Dan, ... apa yang beliau lakukan di dalam rumah sendirian ? Beliau lagi mengaduk teh hangat yang baru saja dituang ke dalam gelas. Kondisi pendengran beliau yang sudah banyak berkurang mungkinkah menyebabkan beliau tak mendengar semua ini ? Namun ketika kutepuk pundak beliau sambil memberi isyarat, beliau nampak kaget. Apalagi setelah kuajak keluar dan mirsani sendiri keadaan di luar rumah . Beliaupun kuajak bergabung dengan yang lain ke tanah makam di depan rumah kami.
Mendadak kami mendengar suara tangis, aku pun berlari ke rumah sebelah. Seorang ibu sedang duduk berpelukan dengan putrinya di pojok depan halaman. Segera kuisyaratkan agar bangkit dan menuju tanah makam. Untuk sementara, aku bisa bernafas. Namun segera kuingat, bagaimana dengan anakku yang sudah naik bus dan istriku yang membawa dua anak yang lain ? Sepanjang mata memandang hanyalah onggokan dan tumpukan reruntuhan bangunan.  Jalan nyaris tertutup. Dengan menaiki motor aku mencoba menerobos sela-sela tembok yang sudah roboh. Di sepanjang jalan orang-orang nampak lesu berdebu dan bahkan berdarah. Sesampai di jalan utama, aku makin bengong. Pasar sudah hancur. Jalan tertutup. Tangis terdengar di sana-sini. Di kejauhan timur sana, kulihat istriku menggendong dan juga sekaligus menggadeng anakku yang lain. Akupun ke sana. Hampir seperempat jam waktu yang kubutuhkan untuk menuju jarak yang tak lebih dari duaratus meter itu. Toko-toko dan kios pasar nampak rusak parah. Dagangan banyak berserakaan tak keruan, namun setiap orang baru memikirkan diri, keluarga , tetangga, kerabat dan lainnya. Alhamdulillah, kami bisa berkumpul tanpa luka sedikitpun. Padahal di sekitar kami, betapa banyak yang terluka bahkan beberapa orang dikabarkan meninggal. Ketika istriku bertanya : “Bagaimana dengan yang sudah berangkat naik bus ke sekolah di Yogya ?” Aku terpaku. Ya, sampai dimana bus yang ditumpanginya ? Bagaimana keadaannya ? Masih jelas kuingat kegelisahan bercampur kebingungan juga membayang di wajah istriku. Dan di saat yang genting itulah, Gusti Alloh kembali menunjukkan kekuasaan-nya. Betapa tidak, anak lelakiku yang berseragam putih-putih bertopi merah dengan menenteng tas sekolah muncul  berjalan kaki dari arah selatan. Kami lihat ada ketegangan luar  biasa di raut mukanya. Ternyata dia mengalami kebingungan mencari jalan pulang. Kenapa ? Karena hampir seluruh bangunan di pinggir jalan runtuh dan menutupi jalan raya. (bersambung ke sini)

No comments:

Post a Comment

Bensae Community is dedicated to be a virtual home for empowerment and enlightenment. Thanks for visiting.