Sunday, November 23, 2014

Sri Tanjung (?) : another side of Sri Gethuk Waterfall


Sri Tanjung (?)  :  Sisi lain dari Sri Gethuk ...
Sri gethuk terkenal dengan air terjun yang menghujam ke bebatuan sebelum akhirnya seperti meleleh, memasuki aliran sungai yang tenang. Gemuruh suaranya berpadu dengan aliran sungai yang menimpa bebatuan . Sepanjang mata memandang, bentangan tepiannya sangat mempesona. Terletak di aliran sungai Oya menjadikan tempat ini nyaris tanpa pernah mengalami kekeringan bahkan di musim paling kering saat puncak kemarau sekalipun. Justru di saat itu air akan kelihatan jernih dengan bebatuan berhias lumut menjadikan pernik-pernik warn kehijauan di sana sini.
Pagi ini, melihat cuaca cukup cerah, kamipun bermaksud mengunjungi tempat itu. Biasanya para pengunjung menempuh jalur via Banaran , Gunung kidul. Dari arah Yogyakarta bisa lewat  jalan Wonosari kemudian ambil arah kanan di pertigaan ke  arah Paliyan – Playen .  Selepas Pasar nanti akan ada sebuah papan penunjuk menuju air terjun Sri Gethuk. Akses jalan ke lokasi cukup  bagus ditambah juga fasilitas parkir yang memadai tentu menjadi daya tarik tersendiri. Juga di sana telah berdiri banyak kios maupun warung.  Di sini, para pengunjung berada di tepi timur sungai Oya.
Adapun jalur yang akan kami tempuh berbeda karena  kami  mengambil jalan menuju Sri gethuk dari sisi barat sungai yang konon diberi nama Sri Tanjung.  Kabarnya sudah ada jalan setapak yang konon belum begitu lama direhab dan akses ke lokasi menjadi mungkin meski hanya berjalan kaki melalui trap anak tangga.
                   anak tangga menuju sisi lain dari srigethuk
 Misalkan posisi anda di Yogyakarta, anda bisa lewat jalan Wonosari juga namun nanti belok kanan di perempatan Pathuk, ambil arah menuju Dlingo. Sebelum sampai di Polsek Dlingo anda belok kiri menuju jembatan Dhodhokan. Nan, setelah turunan dan tanjakan cukup tajam yang ke dua, sebelum jalanan menurun ke jembatan, anda akan menjumpai simpangan jalan ditandai dengan pohon beringin dalam lingkaran. Banting setir anda ke kanan, ikuti terus jalan di tengah  perkampungan itu. Ketika di ujung perkampungan, di hadapan akan terbentang pegunungan dengan tanaman kayu putih dan pohon kemiri. Jalan beraspal berakhir di sini, seterusnya jalur cor semen harus anda susuri. Semilir angin basah menandakan bahwa tak lama lagi anda akan mencapai pinggir tebing sungai. Di situlah anda memarkir kendaraan anda. Seterusnya, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki

                seperti inilah jalan menuju lokasi sebelum berakhir di anak tangga

Dari Yogyakarta anda juga bisa lewat Imogiri kemudian menuju Dlingo via Mangunan (ini jalur yang kami tempuh). Di pertigaan Mangunan ambil jalan serong kanan menuju kota kecamatan Dlingo. Apabila lurus anda akan sampai di kawasan Wisata Hutan Pinus. Jalanan cukup meliuk tajam apalagi di sebuah tempat bernama Kaliurang. Sangat dibutuhkan ke hati-hatian utamanya bagi yang belum terbiasa melintasi jalur ini.  Sebenarnya begitu lepas dari tanjakan Kaliurang kami bermaksud  “ngampiri” seorang teman namun karena rumahnya masih tertutup rapat kamipun berlalu saja. 
Di bekas Pasar Dlingo kami belok kiri, ke utara menuju arah Dhodhogan itu. Nantinya kami akan melihat bahwa ternyata akan lebih dekat apabila dari bekas pasar itu kami masuk daerah Koripan menembus kawasan penduduk dan ladang sebelum akhirnya sampai di sebuah perempatan kecil yang di sana ada papan nama “Goa Trondol.”
     papan penunjuk jalan di perempatan kecil pojok sebuah gardu
Kami sampai di akhir pemukiman sekitar jam setengah tujuh  pagi. Cuaca masih cukup dingin apalagi kami memang tidak mengenakan jaket mapun helm. Topi favoritpun tidak dipakai karena sudah dicari-cari tidak juga ketemu sementara matahari sudah semakin beranjak naik. Kebetulan pula anak-anak lebih memilih olahraga ringan di rumah jadi kami pergi berdua plus si bungsu saja. Kadang, dalam perjalanan seperti ini, kami mampir di rumah  teman ataupun saudara . Keramahan akan sangat dirasakan di daerah seperti ini. Tak jarang penduduk utamanya yang kami jumpai di lading-ladang, menyapa dengan ramah bahkan menawarkan air minum dan masakan mereka. 
 Luar biasa bukan ? Di titik ini, kami sering teribat diskusi kecil tentang bagaimanakah caranya membangun sebuah peradaban desa di kota dan sebaliknya. 
Tak terasa kami sudah sampai di ujung jalan yang berakhir di tempat parkir. Sudah cukup ramai suasananya...

                                     tempat areal parkir

       sang fotografer sekaligus reporter bensae , he..he cape nih
Kini, di hadapan kami terbentang jalan cor semen melilit bukit. Matahari sudah hampir sepenggalah naik padahal waktu belum juga menunjukkan pukul tujuh . Ada sekitar sepuluh menit kami ikuti jalan itu, sebelum akhirnyakami sempat berhenti  tuk istirahat sejenak di sebuah gasebo kecil di tebing jurang pinggir sungai. Ada onggokan daun kayu putih yang sudah diikat dan siap diangkut. Mungkin, kemaren sore itu dipotongnya dari pohon.  Ya , memang di sini banyak sekali ditanami pohon kayu putih. 
Nampak di depan jalan berakhir di anak tangga menurun. Kami pun segera menyusuri menapaki  anak tangga yang cukup curam. Beruntung sudah dipagar besi di sepanjang sisi kiri yang sering langsung berujung jurang. 
 jalan setapak pararel dengan aliran sungai (kiri bawah) dan perbukitan (kanan)

Di bawah sana, aliran sungai Oya  mengalir disertai suara gemuruhnya disela angin yang mulai semilir bertiup, cukup untuk mengusir rasa gerah kami.Di sisi kiri kami berupa gunung batu dengan tampang beraneka rupa. Bagi yang tak terbiasa akan merasa asing aneh atau bahkan ngeri melihat bebatuan bukit yang sepertinya sedtiap saat siap menerkam alias runtuh itu. O ya, bagi yang merasa lelah bisa duduk di sebuah batu yang sudah dibentuk seperti lantai. Lumayan, semilir angin dari arah bukit seberang bisa menghempaskan rasa capai sekaligus menambah energi kita. 


                    silahkan ambil nafas sejenak di sini

Nah juga harus dicatat, untuk perbekalan alias logistik ya harus dipersiapkan sendiri lho karena di sini ga ada warung, he..he.
Kepada seorang peladang kami sempat bertanya dan berbincang.  Sambil meracik rokok lintingan beliaupun menjamu  kami dengan baik.
 
        sang peladang yang ramah bersahaja, terimakasih

Perjalananpun kami lanjutkan. Jalan menukik tajam dan tak lagi berpagar besi. Sekarang kami seperti berada di tengah ladang dengan jalan setapak yang sudah dicor semen. Di akhir sebuah tikungan kami mendengar gemuruh air terjun. Inikah  suara air terjun Sri Gethuk ? 


          jalan setapak yang lengang penuh kesejukan

Di sini kami bertemu persimpangan jalan : lurus dan ke kiri ada anak tangga menuju tepi kali. Kami ambil  arah lurus menerobos semak meski jalan setapak telah dicor semen. Ternyata cor semen segera berakhir di ujung tikungan. Selanjutnya  jalan setapak tanah bercampur pepohonan dan bebatuan di pinggir tebing. Butuh perjuangan ekstra memang.


   pertigaan : kiri langsung ke sungai, lurus menuju lokasi air terjun


salah satu "perjuangan"  sdepanjang jalan setapak penuh belukar di ujung tebing
Perjalanan yang cukup sulitpun berlalu sudah. Kelelahan hilang berganti lega. Ya, kini kami sampai tepat di depan  air terjun Sri Gethuk dari sisi barat sungai. Suara gemuruhnya yang deras terdengar berbaur sorak dan canda para pengunjungnya. Sungguh pemandangan yang luar biasa.  Dari balik kaki bukit yang berupa bebatuan itulah terlihat jelas pancaran keindahan air terjun dengan latar belakang rimbuannya pepohonan.


air terjuan terdengar bergemuruh di kaki bukit dan rimbun pepohonan seberang
Di kejauhan  nampak aliran air  yang tenang dan deretan rakit berwarna kebiruan yang masih ditambatkan di sisi seberang. Kami yakin itulah rakit-rakit  yang biasa dipergunakan oleh para pengunjung. Juga, kami sempat melihat dengan jelas, di seberang sana, ada jalan setapak yang juga mirip anak tangga menuju tepi kali. Itulah jalan yang biasa dilalui untuk menuju air terjun. 


             salah satu area favorit pengunjung
 
Kami benar-benar menikmati suasana ini. Kali ini kami bisa melihat secara utuh suasana area Sri Tanjung, sisi lain dari air terjun Sri Gethuk. 
Anda berminat  ke sana ? 
(*)

sebaiknya anda juga mengunjungi ini



No comments:

Post a Comment

Bensae Community is dedicated to be a virtual home for empowerment and enlightenment. Thanks for visiting.